Tahun
1996. Setelah menyandang gelar sarjana, lingkungan di sekitar saya menekan saya
untuk segera bekerja dan mendapatkan uang. Alhamdulillah, uang pun saya
dapatkan. Allah mentakdirkan Jakarta yang keras menjadi tempat datangnya
rejeki. Namun akhirnya berakhirlah semua setelah lingkungan yang materialis
kapitalis menyadarkan saya untuk kembali ke kampung halaman. Kapok rasanya
untuk kembali ke Jakarta.
Tahun 1997. Seorang tukang sapu Pondok
Pesantren Al Falah Ploso Kediri yang bernama Abdul Hamid menebak masa depan
saya : “Panjenengan nanti akan memiliki murid yang banyak”. Saya jawab “Amin”
sambil berpikir bagaimana saya punya murid sedangkan saya bukanlah seorang
guru.
Tahun
1998. Cerita pengalaman (tentang indahnya mengajar murid ketika PPL) seorang
teman memotivasi saya masuk pendidikan AKTA Mengajar. Ya, saya ingin menjadi
guru. Saya ingin punya murid. Saya ingin ketemu murid. Perjalanan perkuliahan cukup
menyenangkan sambil saya praktikkan mengajar Iqro’ 3 orang murid anak tetangga.
Tahun
1999. Semakin mantap motivasi saya ketika saya harus PPL di sebuah madrasah
aliyah. Mengajar Ekonomi Akuntansi sekalian untuk mengambil data PTK.
Berkenalan dengan siswa siswi yang solih solihah. Menjadi semakin menggila
minat saya pada mengajar saat metode “handout” yang saya aplikasikan di kelas
direspon sangat baik. Alhamdulillah, saya lulus sebagai seorang guru. Saya
jatuh cinta pada mengajar.
Tahun
2000. Mulailah saya mengajar di sebuah madrasah aliyah kecil dalam sebuah
pesantren. Mengajar murid yang hanya 10 orang masih menguatkan motivasi saya.
Tangan kotor karena kapur tulis. Keringat bercucuran karena mengayuh sepeda Rp
50.000-,. Indah rasanya. Mengajar Ekonomi, Akuntansi, Matematika, Komputer,
Geografi, Sejarah Umum, Sejarah Islam, Bahasa Indonesia, Alquran Hadits, PPKn,
Sosilogi. Jadi guru pengajar, jadi wali kelas, jadi Waka Kesiswaan, jadi
Panitian UNAS. Banyak pokoknya tugas saya. Gajinya? Tidak ada gaji. Yang ada
bisyaroh atau penggembira yang nilainya tentu tidak seberapa. Gajinya nanti di
akhirat saja.
Tahun
2001. Alhamdulillah dapat kesempatan menikmati beasiswa guru madrasah. Belajar
bahasa Inggris bersama para guru madrasah se Jawa Timur di UMM. Sambil kuliah
sambil saya tinggalkan mengajar bidang bidang lama. Fokus ke bahasa Inggris
saja sampai akhirnya saya bias lulus sebagai sarjana untuk yang kedua kalinya.
Tahun
2005. Mulailah saya berfikir untuk mengembangkan diri. Jika saya hanya begitu
begitu saja di desa, apalah arti diri ini. Saya bertekad untuk mengembangkan
diri. Keluar dari lingkungan kecil menuju lingkungan besar. Maka masuklah saya
ke Surabaya.
Tahun
2006. Mulailah saya menjadi guru di SMP Al Hikmah Surabaya. Perlu proses
panjang dan unik untuk bisa ketemu dengan sekolah yang luar biasa ini. Satu
saja motivasi saya. Saya ingin mendidik para murid menjadi generasi Islam yang
luar biasa. Dan di Al Hikmah lah pengembangan diri saya mulai.
Tahun
demi tahun saya lalui dengan perasaan senang. Menjadi guru, menjadi koordinator
bidang sampai menjadi wali kelas senantiasa saya jalankan dengan penuh
semangat. Semua demi murid. Di sekolah ketemu murid. Di rumah memikirkan murid.
24 jam selalu ada murid.
Terlalu
banyak kisah kisah baik yang menyenangkan selama di Al Hikmah. Kisah antara
saya dan murid saya. Kisah antara saya dan orang tua murid saya. Semua indah.
Semua saya tujukan untuk berdakwah. Mengajak orang lain menjadi lebih baik.
Saya
berkesimpulan sementara bahwa guru di Al Hikmah itu adalah sosok sakti yang
powerfull. Bagaimana tidak. Seorang pengusaha, seorang direktur perusahaan
besar sampai istri seorang walikota yang kesemuanya adalah orang luara biasa
ternyata mau menurut apa yang diminta oleh seorang guru yang biasa biasa saja.
Powerfull!
Dan
alangkah mulianya para guru di Al Hikmah. Beliau beliau yang luar biasa itu harus
berterima kasih berulang ulang karena putra putrinya kini menjadi lebih baik
akhlaknya. Menjadi rajin ibadah. Rajin belajar, mandiri dan bertanggung jawab.
Alhamdulillah! Bersyukur bisa mengajar di Al Hikmah. Hanya dengan niat yang
baik sajalah kesejahteraan hidup kita dunia akhirat akan menjadi baik.
Jika
sudah seperti itu mau apalagi saya. Menjadi guru adalah pilihan hidup. Para
Nabi adalah guru. Semenjak beliau diutus sampai beliau dipanggil Allah SWT.
Mewarisi perjuangan para Nabi. Tidak lain dan tidak bukan adalah menjadi guru.
Ya! Selamanya Guru!
1 komentar:
Mengesankan!
Post a Comment