Monday, December 10, 2012

TEACHER FOREVER



Tahun 1996. Setelah menyandang gelar sarjana, lingkungan di sekitar saya menekan saya untuk segera bekerja dan mendapatkan uang. Alhamdulillah, uang pun saya dapatkan. Allah mentakdirkan Jakarta yang keras menjadi tempat datangnya rejeki. Namun akhirnya berakhirlah semua setelah lingkungan yang materialis kapitalis menyadarkan saya untuk kembali ke kampung halaman. Kapok rasanya untuk kembali ke Jakarta.
 Tahun 1997. Seorang tukang sapu Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri yang bernama Abdul Hamid menebak masa depan saya : “Panjenengan nanti akan memiliki murid yang banyak”. Saya jawab “Amin” sambil berpikir bagaimana saya punya murid sedangkan saya bukanlah seorang guru.

Tahun 1998. Cerita pengalaman (tentang indahnya mengajar murid ketika PPL) seorang teman memotivasi saya masuk pendidikan AKTA Mengajar. Ya, saya ingin menjadi guru. Saya ingin punya murid. Saya ingin ketemu murid. Perjalanan perkuliahan cukup menyenangkan sambil saya praktikkan mengajar Iqro’ 3 orang murid anak tetangga.
Tahun 1999. Semakin mantap motivasi saya ketika saya harus PPL di sebuah madrasah aliyah. Mengajar Ekonomi Akuntansi sekalian untuk mengambil data PTK. Berkenalan dengan siswa siswi yang solih solihah. Menjadi semakin menggila minat saya pada mengajar saat metode “handout” yang saya aplikasikan di kelas direspon sangat baik. Alhamdulillah, saya lulus sebagai seorang guru. Saya jatuh cinta pada mengajar.
Tahun 2000. Mulailah saya mengajar di sebuah madrasah aliyah kecil dalam sebuah pesantren. Mengajar murid yang hanya 10 orang masih menguatkan motivasi saya. Tangan kotor karena kapur tulis. Keringat bercucuran karena mengayuh sepeda Rp 50.000-,. Indah rasanya. Mengajar Ekonomi, Akuntansi, Matematika, Komputer, Geografi, Sejarah Umum, Sejarah Islam, Bahasa Indonesia, Alquran Hadits, PPKn, Sosilogi. Jadi guru pengajar, jadi wali kelas, jadi Waka Kesiswaan, jadi Panitian UNAS. Banyak pokoknya tugas saya. Gajinya? Tidak ada gaji. Yang ada bisyaroh atau penggembira yang nilainya tentu tidak seberapa. Gajinya nanti di akhirat saja.
Tahun 2001. Alhamdulillah dapat kesempatan menikmati beasiswa guru madrasah. Belajar bahasa Inggris bersama para guru madrasah se Jawa Timur di UMM. Sambil kuliah sambil saya tinggalkan mengajar bidang bidang lama. Fokus ke bahasa Inggris saja sampai akhirnya saya bias lulus sebagai sarjana untuk yang kedua kalinya.
Tahun 2005. Mulailah saya berfikir untuk mengembangkan diri. Jika saya hanya begitu begitu saja di desa, apalah arti diri ini. Saya bertekad untuk mengembangkan diri. Keluar dari lingkungan kecil menuju lingkungan besar. Maka masuklah saya ke Surabaya.
Tahun 2006. Mulailah saya menjadi guru di SMP Al Hikmah Surabaya. Perlu proses panjang dan unik untuk bisa ketemu dengan sekolah yang luar biasa ini. Satu saja motivasi saya. Saya ingin mendidik para murid menjadi generasi Islam yang luar biasa. Dan di Al Hikmah lah pengembangan diri saya mulai.
Tahun demi tahun saya lalui dengan perasaan senang. Menjadi guru, menjadi koordinator bidang sampai menjadi wali kelas senantiasa saya jalankan dengan penuh semangat. Semua demi murid. Di sekolah ketemu murid. Di rumah memikirkan murid. 24 jam selalu ada murid.
Terlalu banyak kisah kisah baik yang menyenangkan selama di Al Hikmah. Kisah antara saya dan murid saya. Kisah antara saya dan orang tua murid saya. Semua indah. Semua saya tujukan untuk berdakwah. Mengajak orang lain menjadi lebih baik.
Saya berkesimpulan sementara bahwa guru di Al Hikmah itu adalah sosok sakti yang powerfull. Bagaimana tidak. Seorang pengusaha, seorang direktur perusahaan besar sampai istri seorang walikota yang kesemuanya adalah orang luara biasa ternyata mau menurut apa yang diminta oleh seorang guru yang biasa biasa saja. Powerfull!
Dan alangkah mulianya para guru di Al Hikmah. Beliau beliau yang luar biasa itu harus berterima kasih berulang ulang karena putra putrinya kini menjadi lebih baik akhlaknya. Menjadi rajin ibadah. Rajin belajar, mandiri dan bertanggung jawab. Alhamdulillah! Bersyukur bisa mengajar di Al Hikmah. Hanya dengan niat yang baik sajalah kesejahteraan hidup kita dunia akhirat akan menjadi baik.
Jika sudah seperti itu mau apalagi saya. Menjadi guru adalah pilihan hidup. Para Nabi adalah guru. Semenjak beliau diutus sampai beliau dipanggil Allah SWT. Mewarisi perjuangan para Nabi. Tidak lain dan tidak bukan adalah menjadi guru. Ya! Selamanya Guru!